Jumat, 20 Mei 2011

Becoming Wealthy is A Matter of Managing Your Money Properly

Begitulah kata pepatah. Lalu bagaimana dengan tataran praktisnya? Berikut tulisan hasil dari kelas #AkbarAFC bersama Mas Aidil Akbar (@AidilAkbar), Mbak Lisa (@LaPetiteLisa), dan Mas Doni (@twindoni) di Akademi Berbagi Jakarta, 19 Mei 2011. Bertempat di Kantor IARFC Indonesia, Jalan Senopati 74, kelas yang direncanakan hanya berjalan 2 jam (pukul 7-9 malam), molor menjadi 3 jam karena 30-an peserta asyik berdiskusi dengan para pengajarnya.

Konsep perencanaan keuangan kali ini lebih cenderung membahas konsep investasi. Sebelum berinvestasi, ada beberapa prasyarat dalam kondisi keuangan seseorang. Beberapa prasyarat tersebut adalah:

1. Bebas dari hutang konsumtif. Yang dimaksud dengan hutang konsumtif, adalah hutang yang berasal dari pemenuhan kebutuhan yang masih tergolong sekunder atau bahkan tersier. Produk hutangnya bisa beragam dan melihat pada kondisi masing-masing. Misal: kredit cicilan iPad, jika menunjang pekerjaan tidak menjadi hutang konsumtif, sementara jika hanya digunakan untuk “gaya”, maka menjadi hutang konsumtif.

2. Cash flow yang positif. Kondisi pada saat penghasilan melebihi tingkat pengeluaran bulanan (surplus).  Jika pengeluaran lebih besar, perlu penyesuaian dengan menaikan (atau mencari sumber baru) penghasilan. Harus yang halal tentunya!

3. Telah terpenuhinya dana darurat, yaitu dana yang bersifat sangat likuid dan dapat diakses untuk kebutuhan sewaktu-waktu. Besarnya bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan banyaknya tanggungan keluarga. Bagi yang belum menikah, idealnya dana darurat minimal 3 kali nilai penghasilan (atau bisa pula 3 kali pengeluaran bulanan—batas minimal!). Sementara bagi kepala keluarga dengan 2 tanggungan, 1 istri dan 1 anak, maka besarnya bisa 6 sampai 9 kali nilai penghasilan. Berhubungan dana darurat harus bersifat sangat likuid, dana ini dianjurkan disimpan dalam bentuk tabungan dan sedikit proporsi logam mulia.

4. Proteksi (Asuransi). Auransi yang direkomendasikan ada 2, yaitu asuransi jiwa murni dan asuransi kesehatan. Bagi yang tidak memiliki tanggungan (belum memiliki keluarga atau tidak ada anggota keluarga/orang tua/saudara yang bergantung secara materi), cukup memiliki asuransi kesehatan. Dianjurkan untuk membeli premi asuransi kesehatan dengan pertangunggan yang sesuai dengan kebutuhan kita, sehingga ketika ada klaim tidak perlu ‘nombok’.

Berikut ini beberapa pertimbangan untuk menentukan kelas premi asuransi: kondisi historis penyakit orang tua, kondisi historis kesehatan pribadi, risiko kesehatan dari pekerjaan, rumah sakit terdekat dengan tempat tinggal (apakah termasuk dalam jaringan asuransi?), serta harga kamar pada rumah sakit tersebut (untuk menentukan kebutuhan pertanggungan).

Pada bahasan asuransi ini, cukup banyak pertanyaan mengenai produk asuransi plus investasi (yang popular dengan istilah unit link). Terlebih beberapa peserta sudah “terjebak” masuk ke dalam unit link. Secara singkat, produk unit link ini merupakan perpaduan antara asuransi dan investasi dengan proporsi tertentu. Kekurangan unit link ini antara lain: adanya biaya akuisisi serta minimnya tingkat return karena tidak fokus pada investasi dan pengelolaan investasinya kurang transparan. Sebenarnya tidak ada yang salah secara mutlak dari unit link. Hanya saja, produk ini tidak tersampaikan secara jelas dan komprehensif. Belum lagi, agen asuransi yang menawarkan unit link lebih melihat pada kemampuan kliennya untuk membayar, bukan pada kebutuhannya.

Konon katanya Mas Aidil Akbar, produk ini sebenarnya termasuk produk advance dan kurang cocok untuk masyarakat umum. Bagaimana mengetes apakah kita termasuk masyarakat umum atau bukan? Cukup jawab pertanyaan berikut: “Apa anda termasuk kelompok Eka Tjipta atau klan Bakrie?” Jika jawabannya “Bukan”, maka anda tidak perlu unit link he he he…

Lalu bagaimana jika sudah terlanjur ikut unit link? Jika baru berjalan 2-4 bulan, silahkan langsung menutup. Anggap nilai yang sudah dikeluarkan sebagai proyek gagal atau proyek rugi. Tapi jika sudah berjalan bertahun-tahun, perlu konsultasi dengan perencana keuangan tersertifikasi. Perlu dilihat polis, skema, dan banyak faktor lain sehingga bisa dicari waktu yang tepat untuk menutup unit link, sehingga nilai kerugiannya minimum.

Setelah seluruh 4 prasyarat di atas terpenuhi, maka konsep perencanaan keuangan mulai masuk pada tahap Investasi. Secara teoritis zaman kuliah dulu (if I’m not mistaken), investasi sering diartikan sebagai kegiatan untuk menunda konsumsi saat ini untuk konsumsi di masa yang akan datang. *text book abis!* Dalam konsep dan tataran praktis perencaan keuangan, investasi dimaksudkan dengan menaruh sebagian penghasilan pada asset/produk tertentu dengan harapan nilainya akan berkembang melebihi nilai inflasi.
Investasi perlu dibagi menurut jangka waktunya, yaitu jangka pendek (kurang dari 3 tahun), jangka menengah (3- 5 tahun), dan jangka panjang (lebih dari 5 tahun). Pemilihan produk investasi juga perlu disesuaikan dengan jangka waktunya.

Untuk jangka pendek, produk investasi yang ideal adalah deposito, obligasi ritel, Reksadana Pasar Uang (RDPU).
Jangka menengah: Logam Mulia, RD Pendapatan Tetap, RD Campuran.
Jangka Panjang: RD Saham, Saham, Properti, dan benda koleksi (lukisan, barang antik, batu mulia atau berlian).

Jika dilihat dari produk-produk yang disarankan di atas, reksadana merupakan pilihan yang cukup ideal bagi keuangan masyarakat secara umum. Mengapa reksadana? Berikut kelebihan reksadana:

1. Dana diperlukan tidak terlalu besar. Dibandingkan dengan investasi pada logam mulia atau saham, reksadana termasuk produk investasi yang terjangkau. Pada logam mulia, dana awal yang diperlukan dalam sekali investasi mencapai Rp1,8 jutaan (untuk Dinar—4,25 gram emas) atau Rp2 jutaan (untuk emas Antam 5 gram). Pada saham, perlu dana lebih besar lagi (yang terkecil mencapai Rp5 juta). Sementara pada reksadana, dana awal yang diperlukan cukup Rp500 ribu sampai Rp1 juta, dengan pembelian tambahan pada kisaran Rp100 ribu sampai Rp500 ribuan.

2. Diversifikasi. Sesuai dengan asas umum investasi “don’t put your eggs into one basket!”, reksadana telah memenuhi asas tersebut. Kita tidak perlu bersusah payah membentuk portofolio sendiri, karena manajer investasi sudah mengaturnya pada reksadana yang kita beli unit penyertaannya.

3. Kemudahan investasi. Pembelian unit penyertaan RD bisa dilakukan di bank-bank agen penjual. Yang saya tahu, Bank Mandiri dan Bank Commonwealth memiliki list ‘supermarket’ reksadana, sehingga nasabah bisa memilih berbagai jenis RD yang ada. Enaknya lagi, di kedua bank tersebut, bisa juga dilakukan installment plan (skema Cost Averaging), yaitu pembelian unit  reksadana dengan sistem autodebet secara bulanan dari rekening tabungan, sehingga kita tidak perlu repot-repot membeli reksadana. Nilai autodebetnya pun bisa dimulai dari nilai Rp100 ribu saja.

4.Return menarik. Coba cek www.infovesta.com untuk melihat kinerja reksadana yang ada. Untuk rata-rata RDPU dan RDPT, nilai return-nya setara dengan (atau sedikit kurang-lebih dari) nilai inflasi secara umum. Sementara untuk RD campuran dan RD saham, bisa di atas nilai inflasi. Tentunya dengan sifat high risk-high return ya.

5. Jenis RD bisa disesuaikan dengan jangka waktu investasi, seperti yang telah dijabarkan pada beberapa paragraph sebelum ini.

Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai reksadana bisa mengunduh ebook “Berinvestasi pada Reksadana” dari Mbak Lisa di www.lisasoemarto.com atau membaca buku “Wisata ke Dunia Reksadana” dari Bapak Eko Pratomo.

Namun, apa yang terpenting dari perencanaan keuangan? Goals atau tujuan keuangan yang ingin dicapai. Apakah pemenuhan biaya pendidikan, rencana pembelian rumah, atau dana pensiun? Dari goals atau tujuan tersbut lah baru kemudian dipilih investasi yang sesuai.

Selamat berinvestasi!