Begitulah kata pepatah. Lalu bagaimana dengan tataran praktisnya?
Berikut tulisan hasil dari kelas #AkbarAFC bersama Mas Aidil Akbar
(@AidilAkbar), Mbak Lisa (@LaPetiteLisa), dan Mas Doni (@twindoni) di
Akademi Berbagi Jakarta, 19 Mei 2011. Bertempat di Kantor IARFC Indonesia, Jalan Senopati 74, kelas yang direncanakan hanya berjalan 2
jam (pukul 7-9 malam), molor menjadi 3 jam karena 30-an peserta asyik
berdiskusi dengan para pengajarnya.
Konsep perencanaan keuangan kali
ini lebih cenderung membahas konsep investasi. Sebelum berinvestasi,
ada beberapa prasyarat dalam kondisi keuangan seseorang. Beberapa
prasyarat tersebut adalah:
1. Bebas dari hutang konsumtif. Yang
dimaksud dengan hutang konsumtif, adalah hutang yang berasal dari
pemenuhan kebutuhan yang masih tergolong sekunder atau bahkan tersier.
Produk hutangnya bisa beragam dan melihat pada kondisi masing-masing.
Misal: kredit cicilan iPad, jika menunjang pekerjaan tidak menjadi
hutang konsumtif, sementara jika hanya digunakan untuk “gaya”, maka
menjadi hutang konsumtif.
2. Cash flow yang positif. Kondisi pada
saat penghasilan melebihi tingkat pengeluaran bulanan (surplus). Jika
pengeluaran lebih besar, perlu penyesuaian dengan menaikan (atau
mencari sumber baru) penghasilan. Harus yang halal tentunya!
3.
Telah terpenuhinya dana darurat, yaitu dana yang bersifat sangat likuid
dan dapat diakses untuk kebutuhan sewaktu-waktu. Besarnya bervariasi
sesuai dengan kebutuhan dan banyaknya tanggungan keluarga. Bagi yang
belum menikah, idealnya dana darurat minimal 3 kali nilai penghasilan
(atau bisa pula 3 kali pengeluaran bulanan—batas minimal!). Sementara
bagi kepala keluarga dengan 2 tanggungan, 1 istri dan 1 anak, maka
besarnya bisa 6 sampai 9 kali nilai penghasilan. Berhubungan dana
darurat harus bersifat sangat likuid, dana ini dianjurkan disimpan
dalam bentuk tabungan dan sedikit proporsi logam mulia.
4.
Proteksi (Asuransi). Auransi yang direkomendasikan ada 2, yaitu
asuransi jiwa murni dan asuransi kesehatan. Bagi yang tidak memiliki
tanggungan (belum memiliki keluarga atau tidak ada anggota
keluarga/orang tua/saudara yang bergantung secara materi), cukup
memiliki asuransi kesehatan. Dianjurkan untuk membeli premi asuransi
kesehatan dengan pertangunggan yang sesuai dengan kebutuhan kita,
sehingga ketika ada klaim tidak perlu ‘nombok’.
Berikut ini
beberapa pertimbangan untuk menentukan kelas premi asuransi: kondisi
historis penyakit orang tua, kondisi historis kesehatan pribadi, risiko
kesehatan dari pekerjaan, rumah sakit terdekat dengan tempat tinggal
(apakah termasuk dalam jaringan asuransi?), serta harga kamar pada
rumah sakit tersebut (untuk menentukan kebutuhan pertanggungan).
Pada
bahasan asuransi ini, cukup banyak pertanyaan mengenai produk asuransi
plus investasi (yang popular dengan istilah unit link). Terlebih
beberapa peserta sudah “terjebak” masuk ke dalam unit link. Secara
singkat, produk unit link ini merupakan perpaduan antara asuransi dan
investasi dengan proporsi tertentu. Kekurangan unit link ini antara
lain: adanya biaya akuisisi serta minimnya tingkat return karena tidak
fokus pada investasi dan pengelolaan investasinya kurang transparan.
Sebenarnya tidak ada yang salah secara mutlak dari unit link. Hanya
saja, produk ini tidak tersampaikan secara jelas dan komprehensif. Belum
lagi, agen asuransi yang menawarkan unit link lebih melihat pada
kemampuan kliennya untuk membayar, bukan pada kebutuhannya.
Konon
katanya Mas Aidil Akbar, produk ini sebenarnya termasuk produk advance
dan kurang cocok untuk masyarakat umum. Bagaimana mengetes apakah kita
termasuk masyarakat umum atau bukan? Cukup jawab pertanyaan berikut:
“Apa anda termasuk kelompok Eka Tjipta atau klan Bakrie?” Jika
jawabannya “Bukan”, maka anda tidak perlu unit link he he he…
Lalu
bagaimana jika sudah terlanjur ikut unit link? Jika baru berjalan 2-4
bulan, silahkan langsung menutup. Anggap nilai yang sudah dikeluarkan
sebagai proyek gagal atau proyek rugi. Tapi jika sudah berjalan
bertahun-tahun, perlu konsultasi dengan perencana keuangan
tersertifikasi. Perlu dilihat polis, skema, dan banyak faktor lain
sehingga bisa dicari waktu yang tepat untuk menutup unit link, sehingga
nilai kerugiannya minimum.
Setelah seluruh 4 prasyarat di atas
terpenuhi, maka konsep perencanaan keuangan mulai masuk pada tahap
Investasi. Secara teoritis zaman kuliah dulu (if I’m not mistaken),
investasi sering diartikan sebagai kegiatan untuk menunda konsumsi saat
ini untuk konsumsi di masa yang akan datang. *text book abis!* Dalam
konsep dan tataran praktis perencaan keuangan, investasi dimaksudkan
dengan menaruh sebagian penghasilan pada asset/produk tertentu dengan
harapan nilainya akan berkembang melebihi nilai inflasi.
Investasi
perlu dibagi menurut jangka waktunya, yaitu jangka pendek (kurang dari
3 tahun), jangka menengah (3- 5 tahun), dan jangka panjang (lebih dari
5 tahun). Pemilihan produk investasi juga perlu disesuaikan dengan
jangka waktunya.
Untuk jangka pendek, produk investasi yang ideal adalah deposito, obligasi ritel, Reksadana Pasar Uang (RDPU).
Jangka menengah: Logam Mulia, RD Pendapatan Tetap, RD Campuran.
Jangka Panjang: RD Saham, Saham, Properti, dan benda koleksi (lukisan, barang antik, batu mulia atau berlian).
Jika
dilihat dari produk-produk yang disarankan di atas, reksadana
merupakan pilihan yang cukup ideal bagi keuangan masyarakat secara
umum. Mengapa reksadana? Berikut kelebihan reksadana:
1. Dana
diperlukan tidak terlalu besar. Dibandingkan dengan investasi pada
logam mulia atau saham, reksadana termasuk produk investasi yang
terjangkau. Pada logam mulia, dana awal yang diperlukan dalam sekali
investasi mencapai Rp1,8 jutaan (untuk Dinar—4,25 gram emas) atau Rp2
jutaan (untuk emas Antam 5 gram). Pada saham, perlu dana lebih besar
lagi (yang terkecil mencapai Rp5 juta). Sementara pada reksadana, dana
awal yang diperlukan cukup Rp500 ribu sampai Rp1 juta, dengan pembelian
tambahan pada kisaran Rp100 ribu sampai Rp500 ribuan.
2.
Diversifikasi. Sesuai dengan asas umum investasi “don’t put your eggs
into one basket!”, reksadana telah memenuhi asas tersebut. Kita tidak
perlu bersusah payah membentuk portofolio sendiri, karena manajer
investasi sudah mengaturnya pada reksadana yang kita beli unit
penyertaannya.
3. Kemudahan investasi. Pembelian unit penyertaan
RD bisa dilakukan di bank-bank agen penjual. Yang saya tahu, Bank
Mandiri dan Bank Commonwealth memiliki list ‘supermarket’ reksadana,
sehingga nasabah bisa memilih berbagai jenis RD yang ada. Enaknya lagi,
di kedua bank tersebut, bisa juga dilakukan installment plan (skema
Cost Averaging), yaitu pembelian unit reksadana dengan sistem
autodebet secara bulanan dari rekening tabungan, sehingga kita tidak
perlu repot-repot membeli reksadana. Nilai autodebetnya pun bisa
dimulai dari nilai Rp100 ribu saja.
4.Return menarik. Coba cek www.infovesta.com
untuk melihat kinerja reksadana yang ada. Untuk rata-rata RDPU dan
RDPT, nilai return-nya setara dengan (atau sedikit kurang-lebih dari)
nilai inflasi secara umum. Sementara untuk RD campuran dan RD saham,
bisa di atas nilai inflasi. Tentunya dengan sifat high risk-high return
ya.
5. Jenis RD bisa disesuaikan dengan jangka waktu investasi, seperti yang telah dijabarkan pada beberapa paragraph sebelum ini.
Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai reksadana bisa mengunduh ebook “Berinvestasi pada Reksadana” dari Mbak Lisa di www.lisasoemarto.com atau membaca buku “Wisata ke Dunia Reksadana” dari Bapak Eko Pratomo.
Namun,
apa yang terpenting dari perencanaan keuangan? Goals atau tujuan
keuangan yang ingin dicapai. Apakah pemenuhan biaya pendidikan, rencana
pembelian rumah, atau dana pensiun? Dari goals atau tujuan tersbut lah
baru kemudian dipilih investasi yang sesuai.
Selamat berinvestasi!