Kamis, 21 Oktober 2010

Titik Nol


Sejak setahun setelah bekerja, saya sebenarnya sudah mencari-cari peluang beasiswa. Pekerjaan yang (pada saat itu) agak overloaded membuat saya agak kurang betah. Saat itu saya sebagai staf konsolidasi penganggaran belanja Kementerian/Lembaga yang mengkompilasi (saat itu )74 K/L dilihat dari sisi per sumber dananya, per jenis belanjanya, per fungsinya, per programnya,  per kegiatannya, dan semua itu jumlahnya harus tepat sama bahkan hingga ke satuan rupiahnya. Belum lagi kompilasi angka-angka belanja tematis seperti penanggulangan kemiskinan, infrastruktur, perubahan iklim, hingga anggaran berbasis gender.

Sempat dalam satu malam, kira-kira pukul 7 malam, tiba-tiba Pak Direktur atas instruksi Staf Ahli Presiden meminta anggaran “Penelitian dan Pengambangan” dan harus bisa dirumuskan dalam kurang setengah jam! Ditambah pula, ada tim yang harus mengumpulkan data-data historis selama 5-10 tahun ke belakang dan disatukan dalam satu buku dan saya kebagian jadi kompilatornya. Dooh, stressful!

Saking nggak terlalu betah, sempat juga daftar kerja ke tempat lain he he he. Tapi ternyata bukan rezeki saya. Untungnya kantor yang ada di area Lapangan Banteng, dekat dengan gedung Aminef yang  (tahun 2009-2010an masih) berlokasi di gedung Balai Pustaka, Gunung Sahari. Bersama dengan Nurul, teman SMA yang bekerja di Kementerian Pendidikan Nasional, yang tempat kerjanya bersebelahan dengan Balai Pustaka, kami nekat datang ke Aminef bertanya tentang beasiswa.

Orang di Aminef lebih merekomendasikan kami membuka website-nya sih. Dan menurut salah satu mas-mas yang ada saat itu hanya bilang kalau melamar beasiswa harus disiapkan, jangan sekedar ‘nothing to lose!’ karena bisa ‘lose’ beneran. Menurut dia juga, katanya pengalaman kerja itu penting. Dua atau tiga tahun pengalaman diperlukan sebagai pertimbangan untuk beasiswa Fullbright. Tapi menurut Ibu Antje, salah satu konselor EducationUSA Indonesia aka Aminef, ketika bertemu beliau awal tahun 2012an lalu, katanya saat ini fresh graduate pun bisa melamar langsung.

Pihak SDM kantor saya ternyata hanya mengizinkan pegawai untuk bisa kembali studi adalah 2 tahun sejak bekerja. Sempat ada perdebatan, apakah dihitung sejak awal bekerja sebagai CPNS atau setelah menjadi PNS. Untunglah keputusan akhirnya adalah dihitung sejak awal bekerja. Baiknya pihak SDM saat itu juga karena semua pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran, sempat diikutsertakan test TOEFL institusional di LIB UI pada Desember 2009. Sehingga, kami punya skor TOEFL sebagai modal awal.

Saat itu, lowongan beasiswa ADS datang disekitar bulan Maret atau April. Teman saya, Hanie, melamar (dan kemudian lolos berkuliah di ANU). Saya sempat pengen juga, tapi karena mepet dan pekerjaan saya yang memang overload jadi membuat saya sulit mengejar semua persyaratan hingga batas waktu. Mungkin karena malas juga sih sebenarnya he he he. Untungnya bersamaan dengan itu pendaftaran beasiswa PPSDM BPPK dibuka. Daftarlah saya! Sejak itulah, titik nol kilometer petualangan beasiswa mulai dijajaki.

Beberapa cerita lainnya akan saya coba unggah ke blog ini secara bertahap. Semoga sharing pengalaman ini bisa bermanfaat. Semoga pula Allah swt menghindarkan saya dari niatan riya dan takabur dalam menuliskannya. :)

picture courtesy of Inspirasi Pagi