Sejak setahun
setelah bekerja, saya sebenarnya sudah mencari-cari peluang beasiswa. Pekerjaan
yang (pada saat itu) agak overloaded membuat saya agak kurang betah. Saat itu
saya sebagai staf konsolidasi penganggaran belanja Kementerian/Lembaga yang
mengkompilasi (saat itu )74 K/L dilihat dari sisi per sumber dananya, per jenis
belanjanya, per fungsinya, per programnya,
per kegiatannya, dan semua itu jumlahnya harus tepat sama bahkan hingga
ke satuan rupiahnya. Belum lagi kompilasi angka-angka belanja tematis seperti
penanggulangan kemiskinan, infrastruktur, perubahan iklim, hingga anggaran
berbasis gender.
Sempat dalam satu
malam, kira-kira pukul 7 malam, tiba-tiba Pak Direktur atas instruksi Staf Ahli
Presiden meminta anggaran “Penelitian dan Pengambangan” dan harus bisa
dirumuskan dalam kurang setengah jam! Ditambah pula, ada tim yang harus
mengumpulkan data-data historis selama 5-10 tahun ke belakang dan disatukan
dalam satu buku dan saya kebagian jadi kompilatornya. Dooh, stressful!
Saking nggak
terlalu betah, sempat juga daftar kerja ke tempat lain he he he. Tapi ternyata
bukan rezeki saya. Untungnya kantor yang ada di area Lapangan Banteng, dekat
dengan gedung Aminef yang (tahun 2009-2010an masih) berlokasi di gedung Balai
Pustaka, Gunung Sahari. Bersama dengan Nurul, teman SMA yang bekerja di
Kementerian Pendidikan Nasional, yang tempat kerjanya bersebelahan dengan Balai
Pustaka, kami nekat datang ke Aminef bertanya tentang beasiswa.
Orang di Aminef
lebih merekomendasikan kami membuka website-nya sih. Dan menurut salah satu
mas-mas yang ada saat itu hanya bilang kalau melamar beasiswa harus disiapkan,
jangan sekedar ‘nothing to lose!’ karena bisa ‘lose’ beneran. Menurut dia juga,
katanya pengalaman kerja itu penting. Dua atau tiga tahun pengalaman diperlukan
sebagai pertimbangan untuk beasiswa Fullbright. Tapi menurut Ibu Antje, salah
satu konselor EducationUSA Indonesia aka Aminef, ketika bertemu beliau awal
tahun 2012an lalu, katanya saat ini fresh graduate pun bisa melamar langsung.
Pihak SDM kantor
saya ternyata hanya mengizinkan pegawai untuk bisa kembali studi adalah 2 tahun
sejak bekerja. Sempat ada perdebatan, apakah dihitung sejak awal bekerja
sebagai CPNS atau setelah menjadi PNS. Untunglah keputusan akhirnya adalah
dihitung sejak awal bekerja. Baiknya pihak SDM saat itu juga karena semua
pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Anggaran, sempat diikutsertakan test
TOEFL institusional di LIB UI pada Desember 2009. Sehingga, kami punya skor
TOEFL sebagai modal awal.
Saat itu,
lowongan beasiswa ADS datang disekitar bulan Maret atau April. Teman saya,
Hanie, melamar (dan kemudian lolos berkuliah di ANU). Saya sempat pengen juga, tapi karena mepet dan
pekerjaan saya yang memang overload jadi membuat saya sulit mengejar semua persyaratan hingga batas waktu.
Mungkin karena malas juga sih sebenarnya he he he. Untungnya bersamaan dengan
itu pendaftaran beasiswa PPSDM BPPK dibuka. Daftarlah saya! Sejak itulah, titik nol kilometer petualangan beasiswa mulai dijajaki.
Beberapa cerita lainnya akan saya coba unggah ke blog ini secara bertahap. Semoga sharing pengalaman ini bisa bermanfaat. Semoga pula Allah swt menghindarkan saya dari niatan riya dan takabur dalam menuliskannya. :)
picture courtesy of Inspirasi Pagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar