Selasa, 22 Maret 2016

Seluk Beluk Pendaftaran Beasiswa Stuned: Pengalaman



Sudah lebih dari lima teman bertanya kepada saya tentang proses aplikasi beasiswa Stuned untuk kursus singkat (short course) yang saya ambil pada bulan Oktober 2015 lalu. Jadi saya pikir akan lebih bermanfaat jika dituliskan dalam blog supaya bisa terdokumentasikan lebih baik dan bisa dibaca lebih banyak orang. Berikut pengalamannya.

Beasiswa Studerend in Nederland (Stuned) merupakan beasiswa dari Pemerintah Belanda untuk warga negara Indonesia yang terdiri dari beasiswa untuk studi master, tailor made, dan kursus singkat. Beasiswa ini dikelola oleh Nuffic Neso Indonesia. Pengalaman yang akan saya bagi di blog ini hanya untuk proses aplikasi beasiswa kursus singkat—karena untuk beasiswa master dan tailor made belum berpengalaman. Beasiswa ke Belanda juga ada yang melalui skema Netherlands Fellowship Programmes (NFP), namun NFP ini terbuka untuk pelamar non-warga negara Indonesia dan dikelola oleh Dutch Ministry of Foreign Affairs. Saya pernah juga melamar beasiswa kursus singkat melalui NFP namun masih belum berhasil mendapatkan dana. Untuk program NFP, teman-teman bisa membaca penjelasan lebih lengkap di  pranala (link) berikut ini

Kembali ke Stuned!

Proses beasiswa Stuned ini kebalikan dari proses aplikasi beasiswa kuliah S2 yang pernah saya dapatkan sebelumnya. Jika dalam proses beasiswa S2 saya mendapatkan pendanaan terlebih dahulu, kemudian mencari sekolah dengan program yang saya inginkan, maka dalam proses beasiswa Stuned ini berlaku sebaliknya. Saya mencari program yang saya minati dan melamar ke kampusnya, setelah mendapatkan Letter of Acceptance, barulah kemudian saya mengisi aplikasi untuk meminta pendanaan dari Stuned.

Proses pencarian program kursus singkat dilakukan melalui situs www.studyfinder.nl sekitar pertengahan Desember 2014. Awal mulanya saya tertarik untuk mengirimkan aplikasi untuk kursus singkat terkait perubahan iklim/climate change dari Wangeningen UR. Tapi setelah menimbang ulang, meskipun materi ini menjadi minat saya dan juga menjadi salah satu fokus saya ketika mengambil kuliah S2, namun untuk keterkaitan dengan pekerjaan sehari-hari agak kurang relevan, jadilah saya mencari-cari program lain. 

Program e-government dari Maastricht School of Management (MSM) kemudian menjadi pilihan paling ideal. Kebetulan saya tertarik dengan topik e-participation dan kaitannya dengan transparansi anggaran.

Proses aplikasi untuk MSM relatif mudah dan dilakukan daring (online). Persyaratannya relatif standar terkait pengalaman kerja, sementara kemampuan bahasa cukup ‘ditunjukan’ dengan skor TOEFL iBT sebesar minimal 80 atau ITP minimal sebesar 550. Formulir daring berisikan pertanyaan terkait biodata dan pengalaman kerja. Di samping itu, pelamar diminta untuk mengunggah Resume dan satu esai lebih kurang dua halaman terkait dengan topik e-government. Untung saya pernah mengambil mata kuliah e-Government and Digital Diplomacy dari Alexis Wichowski ketika di SIPA dulu dan menulis salah satu tugas kuliah terkait dengan e-government dan penganggaran. Tugas baheula itu saya perbarui dan ditambahkan dengan beberapa opini baru terutama terkait dengan proses transparansi penganggaran di Indonesia. Aplikasi dikirimkan sekitar pertengahan Januari 2015.

Pada tanggal 27 Januari, sekitar dua minggu setelah pengiriman aplikasi, kabar gembira berupa Letter of Accepatance dari MSM datang. Saya diterima untuk turut serta dalam kursus singkat di bulan Oktober 2015. MSM menyarankan untuk mengirimkan aplikasi beasiswa NFP dan Stuned lengkap dengan pranalanya.

Proses aplikasi Stuned ini bisa dibilang gampang-gampang susah. Aplikasi beasiswa Stuned dilakukan dengan mengirimkan formulir pendaftaran dengan beberapa lampiran yang meliputi:
1. Letter of Acceptance dari kampus tempat kursus singkat akan diadakan
2. Sertifikat TOEFL iBT/IELTS (untuk yang pernah kuliah di luar negeri tidak lebih dari dua tahun dari kepulangan diperbolehkan untuk meninggalkan persyaratan ini)
3. CV (dengan format Stuned)
4. Salinan SK untuk PNS atau kontrak kerja untuk non-PNS
5. Ijazah dan transkrip yang sudah dilegalisasi
6. Salinan KTP atau paspor
7. Foto berwarna terbaru ukuran 3x4 (ditempelkan di formulir)

Dalam formulir juga terdapat beberapa pertanyaan seperti deskripsi pekerjaan, relevansi topik kursus singkat dengan pekerjaan, manfaat kursus singkat untuk karir ke depan, dan lain-lain. Selain itu, terdapat pula satu halaman khusus untuk diisi kantor atau pemberi kerja. Untuk PNS, yang menandatangani Statement by the Employer ini minimal oleh eselon dua--setara Direktur. Bagian inilah yang saya anggap 'susah' dari bagian-bagian gampang lain yang saya sebutkan sebelumnya. Meminta tanda tangan Direktur berarti harus siap menjelaskan untuk apa tanda tangan tersebut, apa program Stuned, dan lainnya. Setelah 10-15 menit berdiskusi bernegosiasi memohon untuk mendapat tanda tangan, akhirnya restu berupa tanda tangan Direktur didapatkan.

Formulir yang telah diisi beserta seluruh lampiran dokumen yang disyaratkan dikirim ke Kantor Nuffic Neso Indonesia di Menara Jamsostek. Saya mengirimkan via JNE per tanggal 17 Februari 2015. Pada saat itu disebutkan kalau 1 Maret 2015 merupakan batas akhir pendaftaran term 1 beasiswa Stuned--term 2 saat itu ditutup 1 September. Tapi per 1 Maret diumumkan melalui twitter Nuffic Neso Indonesia bahwa pendaftaran diundur hingga 1 April 2015.

Setelah melalui banyak berdoa, akhirnya per 8 Mei saya menerima surel (email) dari  Stuned dengan pesan sakti: "Thank you for your application for a StuNed Scholarship 2015. Herewith we would like to inform you that you have been selected to receive the scholarship." Alhamdulillah! Here I come, Maastricht!

Stuned memberikan batas waktu satu minggu untuk mengkorfirmasi jika saya mau menerima atau menolak beasiswa tersebut serta konfirmasi paspor--untuk PNS apakah akan menggunakan paspor dinas atau paspor biasa. Meski awalnya pemberitahuan dilakukan melalui surel, pada saat penandatanganan kontrak, surat resmi yang menerangkan bahwa saya menerima beasiswa Stuned juga diberikan.  

Proses selanjutnya adalah penandatanganan kontrak dan Acculturation Class yang dilakukan pada 13 Juni 2015. Penandatanganan kontrak dilakukan pada pagi hari di kantor Nuffic Neso Indonesia di Menara Jamsostek, sementara kelas akulturasi diadakan pukul 9 pagi sampai dengan 4 sore di Erasmus Taalcententrum Komplek Kedutaan Belanda Jl. H.R. Rasuna Said. Untuk penandatangan kontrak setiap penerima beasiswa diminta untuk membawa materai dua buah, tapi kalau mau berbaik hati dan mengantisipasi ada penerima beasiswa lain yang belum mendapat materai bisa juga mencontoh salah satu penerima beasiswa yang datang hari itu dengan membawa segepok materai. 


Kelas akulturasi terbagi dua sesi. Pada pagi hari, para penerima beasiswa kursus singkat dan saya mendapat pengenalan bahasa Belanda dasar. Saat sesi perkenalan, ternyata banyak juga penerima beasiswa ini yang pernah mengambil studi S2 di Belanda. Setelah rehat makan siang (gratis!) dan shalat, sesi kedua diisi dengan pengenalan budaya dan lingkungan Belanda. Saya mengajukan satu pertanyaan 'bodoh' di sesi ini: "apakah kartu transportasi OV-chipkaart bisa digunakan di seluruh Belanda?"

Saat itu, logika saya terpaku pada pengalaman di New York City dan kota lain seperti DC atau Philadelphia yang memiliki kartu transportasi berbeda meski sama-sama Amerika. Baru ngeh setelah berbulan-bulan kemudian menapakan kaki di Belanda dan ternyata negara itu kecil banget ya?! :)

Pertengahan Agustus 2015, penerima beasiswa kembali dikumpulkan untuk pertemuan ramah-tamah dengan pengurus Nuffic Neso Indonesia di Menara Jamsostek. Direktur Nuffic Neso Indonesia, Mervin Bakker, memberikan welcoming remarks di awal acara. Ibu Indy Hardono, koordinator Beasiswa Nuffic Neso, menyampaikan beberapa pesan dan juga pengalaman di Belanda. Acara kemudian diakhiri dengan pemberitahuan mengenai proses aplikasi visa (untuk penerima beasiswa yang akan menggunakan paspor biasa, sementara paspor dinas tidak memerlukan visa) oleh pengurus beasiswa kursus singkat Nuffic Neso, Mbak Okta. Hingga penandatanganan kontrak di bulan Juni, proses aplikasi beasiswa kursus singkat sempat ditangani oleh Pak Joni, tetapi kemudian digantikan oleh Mbak Okta. Pengurus Nuffic Neso ini cukup responsif ketika saya menyempaikan pertanyaan baik melalui telepon maupun surel. 

Ohya, di acara ini, kami diberikan bekal berupa tas laptop, topi, alat tulis, peta Belanda, informasi pariwisata Belanda, dan novel Negeri van Oranje--yang saat itu sedang promo untuk adaptasinya ke layar lebar. Awalnya, para penerima beasiswa kursus singkat ini sempat menerima undangan untuk sesi ramah tamah dengan Duta Besar Belanda dan beberapa undangan pemain film Negeri van Oranje, tapi kemudian kami menerima ralat kalau acara tersebut hanya untuk penerima beasiswa master. Tampaknya penerima beasiswa kursus singkat tidak terlalu potensial untuk di-brainwashed. Just kidding!

Konfirmasi tiket dikirimkan dua minggu sebelum keberangkatan saya di bulan Oktober. Semua persiapan berjalan lancar sampai saya menginjakan kaki di Maastricht, alhamdulillah. Pengalaman kursus singkatnya insha Allah akan saya ceritakan lain waktu. Selamat berjuang buat teman-teman yang mendaftar beasiswa Stuned!

Kamis, 31 Desember 2015

2015 Recap

Last night, I rechecked my 2015 planner and the goals I wrote in the beginning of the year. Several goals were achieved, even though a couple of targets missed. The highlights of the year 2015 are getting the chance to revisit NYC during the IMF short course in Washington DC and being chosen as Studeren in Nederland (StuNed) scholarship awardee for an e-Government course at Maastricht School of Management. I had also chances to visit Belgium and France when I was attending the course in Maastricht.

I was also assigned as a Junior Macro Economic Analyst since April-previously as a Budget Analyst. This new division covers economic growth, inflation, interest rate, oil price, and those kind of stuffs. In addition, it also tap in the issue of poverty, inequality, food security and human development index–kind of topics that I actually interested in. I am so thankful for the job shift. In addition, I help intermediating my office to two Australian technical advisers on capacity building within the office. We basically provide sharing sessions and workshops to budget analysts at the office. It was fun. Taking basic Arabic lesson was another fun thing I jumped in this year. Unfortunately, no intermediate class offered due to unfulfilled student number requirements.

My writing on the Gorilla Trekking in Uganda was also published on May edition’s of Reader’s Digest Indonesia this year. Another writing was on Indonesia’s economic growth which was published on Warta Anggaran (Budget News) magazine. It feels amazing after years I had not really written anything but school papers and working reports.

The 2015 was also a pretty bumpy road though. Rejection from the United Nations Young Professional Programme, Lituania’s Youth to Youth International Summit, United Nations Alliance of Civilizations’ Summer School,  and Netherlands Fellowship Programme were absolutely disappointing. But hey at least I achieved more that I wrote on my 2015 goals, didn’t I?! So, no regrets!

Can’t wait for 365 (or more!) new opportunities that the 2016 will bring!

Selasa, 29 Desember 2015

Authoring a PhD Thesis: The Book

I recently bumped into this book, Authoring a PhD Thesis: How to plan, draft, write & finish a Doctoral thesis or dissertation by Patrick Dunleavy online, and had been eager to read it since. After two years of sleep deprivation during my Master degree, the idea of taking a PhD never crossed my mind. Nonetheless, one year back working in the office has quickly bored me.

A few months ago, I attended a Higher Education Fair by the European Union. To be in the exhibition, with scholars, curious potential students, and school adviser was an uplifting experience in some ways. I talked with a couple of school representatives from all over Europe and started thinking maybe I need to go back to academic universe again. How I miss studying late at the library (and grab lamb gyro late night). How I miss to discuss with friends and professors. How I miss reading books in the park.

This book helps boosting my spirit in pursuing a PhD. How to structure a chapter, how to keep it readable, and how to break down sections are clearly explained by the author. Reading the book makes a PhD so doable (I hope so). The book presents the differences between British and US type of PhD, which is interesting to know for future reference. The author then gives guidance on how to eventually propose the dissertation into a publishable material. Worth reading!

(Almost) Hello, 2016!

 

Hello from the other side, Friends! It is less than 72 hours from the New Years Eve, and I have been formulating new resolutions for the 2016. Financial, career, and study wise. Let's get a ride!