Sebelum membaca, ucapkan mantra: Lumos*.
Ada
yang menarik perhatian ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
memberikan pidato sambutan pembukaan Internasional Junior Science
Olympiad (IJSO) II di hadapan 329 peserta di gedung Senisono Kompleks
Istana Negara Gedung Agung Yogyakarta, 5 Desember 2005 lalu. Dalam
pidato pembukaan tersebut, Presiden SBY menyebutkan, “IJSO kali ini
mengingatkan saya pada film Harry Potter yang penuh dengan kompetisi.
Hanya sayangnya, film itu adalah fantasi, sementara dalam ajang IJSO
kali ini adalah riil. Tapi untuk kompetisinya, tirulah Harry Potter.”
Menurut
Presiden SBY, Harry Potter adalah sosok anak muda yang jenius dan
berani. Oleh karena itu, Presiden SBY meminta kepada peserta IJSO II
yang semuanya masih tergolong anak muda agar meniru sosok tersebut.
Alasannya, sosok anak muda dalam novel dan film Harry Potter layak untuk
dicontoh. Yang perlu dicontoh tentunya bukan keahliannya dalam
menyihir, tetapi dalam kompetisi yang sehat dan pengembangan imajinasi
yang luar biasa.
Mendengar apa yang dikatakan Presiden SBY,
memang masuk akal jika sains sesungguhnya juga merupakan hal yang
menghibur. Sains itu menyenangkan. Sama seperti menikmati novel ataupun
film yang menampilkan tokoh imajinatif karya J.K. Rowling tersebut.
Sains adalah kegiatan mencetuskan ide, mengeksplorasi, mengobservasi,
dan memahami apa yang telah kita temukan dalam eksplorasi dan observasi
tersebut.
Memahami sains (termasuk didalamnya matematika,
fisika, kimia, dan biologi) memang bukan perkara yang mudah. Perlu
kesabaran, ketekunan, dan kerja keras dalam mempelajarinya. Belum lagi
materi yang tergolong dalam sains biasanya menjadi momok yang mengerikan
bagi mayoritas anak muda. Rendra Prasetyo, peraih medali perak dalam
International Chemisty Olympiad 2005 mengatakan rumus ia dalam
mempelajari kimia, “dipelajarin aja. Diulang-ulang....nanti kan jadi
bisa.” [lihat rubrik sosokdalam Sagasitas Scientific Journal Edisi 3
Tahun 2005]. Buktinya, Rendra mampu membuktikan dirinya mamapu
berprestasi di tingkat dunia.
Namun bukan berarti pula bahwa
memahami sains hanya bisa dilakukan di laboratorium dan hanya ditujukan
untuk perlombaan semata. Esensi sains itu sendiri adalah memahami segala
sesuatu yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Bukankah tinta tulisan
bisa menempel pada kertas ini juga sebuah bentuk sains? Atau pernah
disadari bahwa film Harry Potter yang diputar dengan pita seluloid
memanfaatkan rumus fisika dalam perputarannya? Maka sains sesungguhnya
tidak dipisahkan dengan kehidupan kita. Dan sains sendiri bias menjadi
sumber hiburan kita. Barangkali ketakutan kita akan sains lebih
dikarenakan sains selama ini terkesan berorientasi laboratorium. Padahal
tidak selalu. Sebagai contoh, di Inggris, pemutaran film Harry Potter
bahkan dilakukan di The Science Museum of London. Ini menunjukan bahwa
sains juga dapat bersatu padu dengan hiburan.
Sains memang bukan
ilmu sihir yang sekali ucap mantra bisa diingat selamanya. Sains adalah
sebuah rangkaian proses belajar yang harus dilakukan dengan ketekunan,
kesabaran, kerja keras, dan tidak boleh dilupakan: menghibur dan
menyenangkan. Jika kita tekun, tidak mustahil jika kita dapat
berprestasi dibidang sains. Hasil yang diperoleh tentu akan
membanggakan. Jadi, siap untuk ikut olimpiade sains? Tapi hati-hati
jangan sampai, setelah belajar, mengucapkan mantra: Obliviate**.
Oleh Aries Setiadi
* Mantra untuk menyalakan lampu dalam cerita Harry Potter.
** Mantra untuk menghapus ingatan dalam cerita Harry Potter.
Tulisan ini dimuat dalam Sagasitas Scientific Journal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar