Senin, 22 Agustus 2016

Stuned Journey 2.0: Mengenal Maastricht dan sekilas Maastricht Treaty



Ketika saya mengirim aplikasi untuk mengikuti  e-government short course di Maastricht School of Management (MSM), saya sama sekali tidak mengacuhkan di mana letak Maastricht di peta Belanda. Pertimbangan utama saat itu adalah materi kursus singkat yang menarik dan kemungkinan akan bermanfaatnya kursus tersebut untuk portofolio kerja saya. Setelah saya mendapatkan beasiswa Stuned, barulah saya mulai mencari tahu di mana MSM berada dan seluk beluk kota Maastricht selengkapnya.

- blog terkait pengalaman mengirim aplikasi untuk shortcourse dan beasiswa Stuned dapat dibaca di Seluk Beluk Pendaftaran Beasiswa Stuned: Pengalaman -

Kota Maastricht ternyata ada di ujung tenggara Belanda, berbatasan langsung dengan Jerman dan Belgia, dan merupakan ibu kota dari provinsi Limburg. Nama Maastricht sendiri berakar pada kata Maas, yang berarti sungai dalam bahasa Belanda. Kota kecil ini hanya berukuran 60 kilometer persegi dan dihuni sekitar 120 ribu penduduk. Menurut beberapa orang lokal, Maastricht merupakan salah satu kota pelajar di Belanda, sehingga banyak pula mahasiswa pendatang baik dari kota lain di Belanda dan Uni Eropa, maupun yang berasal dari negara lain diluar Eropa.

Setelah menempuh lebih dari 200 kilometer perjalanan dengan kereta dari Amsterdam, saya tiba di Stasiun Maastricht Randwyck. Sebuah stasiun mungil yang hanya memiliki dua lajur rel. Aparthotel Randwyck, yang menjadi domisili saya selama 3 minggu di Belanda, berada di seberang stasiun kereta ini. Sementara MSM dan beberapa fakultas Maastricht University berada tepat disamping Aparthotel Randwyck. Everything seems close and convenient in this country! :)

Petugas di lobby Aparthotel Randwyck kemudian memberikan sebuah bundel berisikan buku dan alat tulis serta satu bungkus paket “makan siang” berisikan buah-buahan, waffle, yoghurt, dan minuman ringan. Saya menempati kamar di lantai 3 dengan pemandangan ke arah taman. Kamar yang disediakan cukup luas dengan fasilitas tempat tidur double size, heater, lemari es, televisi, meja belajar, dan kamar mandi dalam. Mesin cuci, pengering, dan setrika ada di lantai basement. Sekali mencuci menggunakan satu koin khusus dikenakan biaya €6, jauh lebih mahal dari satu kali cuci dan pengeringan di Manhattan yang hanya dikenakan US$1.75-2.50 saja. Karena masih agak jetlag dan kelelahan pascajalan kaki di Amsterdam, saya tidak sempat jalan-jalan di hari pertama saya tiba di Maastricht.

- blog seputar jalan-jalan di Amsterdam dapat dibaca di Stuned Journey 1.0: Stopping by Amsterdam -

Minggu pagi, saya menyempatkan lari di seputaran apartemen. Dalam ‘pelarian’ ini saya kemudian mendapati kalau di atas stasiun kereta Maastricht Randwyck ada sebuah doner kebab halal, Musti Broodje. Tempat ini kemudian menjadi langganan saya selama 3 minggu di Maastricht. Satu kebab dengan french fries hanya dibandrol €4.5-€5 tergantung pada wrap-nya, apakah flatbread (mereka menyebutnya dürüm) atau bun seperti burger yang dibelah dan diisi daging dan sayuran. Yang enak dari kebab di doner ini adalah sayuran yang bisa customized, jadi bisa minta pickle dan jalapeno sepuasnya. It's nice, isn't it?

Pagi itu pula, seluruh peserta e-government short course diajak berjalan-jalan di seputaran Maastricht. Dengan dipandu seorang guide, kami mengawali perjalanan di Helpoort atau dalam bahasa Inggris berarti Hell’s Gate. Helpoort merupakan sebuah kompleks dinding kastil, gerbang, dan bangunan sisa abad pertengahan. Bisschopsmolen menjadi persinggahan kami yang kedua. Bisschopsmolen adalah sebuah kafe dengan nuansa klasik. Turbin air tua di depan kafe menambah suasana kota tua selama kami menikmati brunch di sana. Menu wajib di Bisschopsmolen adalah vlaai, sejenis American Pie dengan bermacam-macam filling-blueberry, strawberry, atau krim. Kopi dan berbagai jenis teh menjadi pendamping yang pas untuk menikmati vlaai. Joris, Assistant Professor of Management Information Systems, yang ikut jalan-jalan pagi itu menanyakan pendapat kami tentang rasa makanan di sana.

Lekker,” jawab saya.

Dia tersenyum.

Pemandu wisata kami kemudian menerka, "you are Indonesian, aren't you?"

Saya mengangguk.

"Do you use (the word) 'lekker' in Indonesia?" tanya dia lagi.

Kami pun berdiskusi singkat tentang bebagai persamaan bahasa Indonesia dan bahasa Belanda yang ada. Seorang peserta kursus dari Irak menanyakan mengapa ada banyak persamaan bahasa antara Indonesia dan Belanda. Saya menjawab karena kolonialisasi, sementara Joris menjawab, “commerce in the old centuries.” Awkward hehehe.

Jalan-jalan hari itu dilanjutkan ke gereja Basilica of Our Lady, atau warga setempat menyebutnya Onze Lieve Vrouw "Sterre der Zee" Basiliek. Selepas menikmati syahdunya nuansa gereja yang diterangi lilin-lilin, perjalanan kami dilanjutkan ke gereja St. John, atau Janserk, yang merupakan salah satu landmark popular kota Maastricht di area Market Square. Dibedakan dengan menara warna merah bata yang menjulang tinggi, gereja bergaya gothic ini adalah sebuah bangunan peninggalan abad ke-15 yang masih terawat dengan baik. Tepat disebelah gereja St. John, terdapat pula Sint Servaasbasiliek atau Basilica of Saint Servatius.

Ohya, kami juga sempat melewati jembatan yang berada di atas sungai Meuse, atau Maas dalam bahasa Belanda, ikon kota Maastricht. Dari jembatan ini, terlihat bangunan Gouvernement. Sekilas info, Gouvernement adalah tempat bersejarah di mana Maastricht Treaty ditandatangani pada tahun 1982 dan menjadi cikal bakal Euro. Bagi pemerhati Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Maastricht Treaty ini dikenal karena kebijakannya yang mengharuskan setiap negara anggota Euro untuk menjaga “sound fiscal policies, with debt limited to 60% of GDP and annual deficits no greater than 3% of GDP.” Kebijakan terkait defisit anggaran dan rasio utang inilah yang diadaptasi oleh Indonesia dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Jalan-jalan yang edukatif, bukan?!

Perjalanan bersama para peserta e-government short course hari itu diakhiri di Market Square. Kami pulang masing-masing ke apartemen. Saya dan peserta dari Indonesia mampir sebentar ke Albert Heijn untuk membeli beberapa makanan pokok seperti roti, selai, dan buah-buahan.



(to be continued)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar