Ketika saya mengirim aplikasi untuk mengikuti e-government short course di Maastricht
School of Management (MSM), saya sama sekali tidak mengacuhkan di mana letak
Maastricht di peta Belanda. Pertimbangan utama saat itu adalah materi kursus
singkat yang menarik dan kemungkinan akan bermanfaatnya kursus tersebut untuk
portofolio kerja saya. Setelah saya mendapatkan beasiswa Stuned, barulah saya
mulai mencari tahu di mana MSM berada dan seluk beluk kota Maastricht
selengkapnya.
- blog terkait pengalaman mengirim aplikasi untuk shortcourse dan beasiswa Stuned dapat dibaca di Seluk Beluk Pendaftaran Beasiswa Stuned: Pengalaman -
Kota Maastricht ternyata ada di ujung tenggara Belanda,
berbatasan langsung dengan Jerman dan Belgia, dan merupakan ibu kota dari
provinsi Limburg. Nama Maastricht sendiri berakar pada kata Maas, yang berarti
sungai dalam bahasa Belanda. Kota kecil ini hanya berukuran 60 kilometer
persegi dan dihuni sekitar 120 ribu penduduk. Menurut beberapa orang
lokal, Maastricht merupakan salah satu kota pelajar di Belanda, sehingga banyak
pula mahasiswa pendatang baik dari kota lain di Belanda dan Uni Eropa, maupun
yang berasal dari negara lain diluar Eropa.
Setelah menempuh lebih dari 200 kilometer perjalanan dengan
kereta dari Amsterdam, saya tiba di Stasiun Maastricht Randwyck. Sebuah stasiun
mungil yang hanya memiliki dua lajur rel. Aparthotel Randwyck, yang menjadi
domisili saya selama 3 minggu di Belanda, berada di seberang stasiun kereta
ini. Sementara MSM dan beberapa fakultas Maastricht University berada tepat
disamping Aparthotel Randwyck. Everything seems close and convenient in this
country! :)
Petugas di lobby Aparthotel Randwyck kemudian memberikan
sebuah bundel berisikan buku dan alat tulis serta satu bungkus paket “makan
siang” berisikan buah-buahan, waffle, yoghurt, dan minuman ringan. Saya
menempati kamar di lantai 3 dengan pemandangan ke arah taman. Kamar yang
disediakan cukup luas dengan fasilitas tempat tidur double size, heater,
lemari es, televisi, meja belajar, dan kamar mandi dalam. Mesin cuci, pengering,
dan setrika ada di lantai basement. Sekali mencuci menggunakan satu koin khusus dikenakan
biaya €6, jauh lebih mahal dari satu kali cuci dan pengeringan di Manhattan
yang hanya dikenakan US$1.75-2.50 saja. Karena masih agak jetlag dan
kelelahan pascajalan kaki di Amsterdam, saya tidak sempat jalan-jalan di hari
pertama saya tiba di Maastricht.
- blog seputar jalan-jalan di Amsterdam dapat dibaca di Stuned Journey 1.0: Stopping by Amsterdam -
- blog seputar jalan-jalan di Amsterdam dapat dibaca di Stuned Journey 1.0: Stopping by Amsterdam -
Minggu pagi, saya menyempatkan lari di seputaran apartemen.
Dalam ‘pelarian’ ini saya kemudian mendapati kalau di atas stasiun kereta
Maastricht Randwyck ada sebuah doner kebab halal, Musti Broodje. Tempat ini
kemudian menjadi langganan saya selama 3 minggu di Maastricht. Satu kebab dengan french
fries hanya dibandrol €4.5-€5 tergantung pada wrap-nya, apakah flatbread
(mereka menyebutnya dürüm) atau bun seperti burger yang dibelah dan
diisi daging dan sayuran. Yang enak dari kebab di doner ini adalah sayuran yang
bisa customized, jadi bisa minta pickle dan jalapeno sepuasnya. It's nice, isn't it?
Pagi itu pula, seluruh peserta e-government short course
diajak berjalan-jalan di seputaran Maastricht. Dengan dipandu seorang guide,
kami mengawali perjalanan di Helpoort atau
dalam bahasa Inggris berarti Hell’s Gate. Helpoort merupakan sebuah kompleks dinding
kastil, gerbang, dan bangunan sisa abad pertengahan. Bisschopsmolen menjadi persinggahan kami
yang kedua. Bisschopsmolen adalah sebuah kafe dengan nuansa klasik. Turbin air tua di depan
kafe menambah suasana kota tua selama kami menikmati brunch di sana. Menu wajib di Bisschopsmolen
adalah vlaai, sejenis American Pie dengan bermacam-macam filling-blueberry, strawberry, atau krim. Kopi
dan berbagai jenis teh menjadi pendamping yang pas untuk menikmati vlaai.
Joris, Assistant Professor of Management Information Systems, yang ikut
jalan-jalan pagi itu menanyakan pendapat kami tentang rasa makanan di sana.
“Lekker,” jawab saya.
Dia tersenyum.
Pemandu wisata kami kemudian menerka, "you are Indonesian, aren't you?"
Saya mengangguk.
"Do you use (the word) 'lekker' in Indonesia?" tanya dia lagi.
Dia tersenyum.
Pemandu wisata kami kemudian menerka, "you are Indonesian, aren't you?"
Saya mengangguk.
"Do you use (the word) 'lekker' in Indonesia?" tanya dia lagi.
Kami pun berdiskusi singkat tentang bebagai persamaan bahasa
Indonesia dan bahasa Belanda yang ada. Seorang peserta kursus dari Irak
menanyakan mengapa ada banyak persamaan bahasa antara Indonesia dan Belanda.
Saya menjawab karena kolonialisasi, sementara Joris menjawab, “commerce
in the old centuries.” Awkward hehehe.
Jalan-jalan hari itu dilanjutkan ke gereja Basilica of Our
Lady, atau warga setempat menyebutnya Onze
Lieve Vrouw "Sterre der Zee" Basiliek. Selepas menikmati syahdunya nuansa gereja yang diterangi lilin-lilin, perjalanan kami dilanjutkan ke gereja St. John, atau Janserk, yang merupakan salah satu landmark
popular kota Maastricht di area Market Square. Dibedakan dengan menara warna
merah bata yang menjulang tinggi, gereja bergaya gothic ini adalah sebuah
bangunan peninggalan abad ke-15 yang masih terawat dengan baik. Tepat disebelah
gereja St. John, terdapat pula Sint Servaasbasiliek atau Basilica of Saint
Servatius.
Ohya, kami juga sempat melewati jembatan yang berada di atas
sungai Meuse, atau Maas dalam bahasa Belanda, ikon kota Maastricht. Dari
jembatan ini, terlihat bangunan Gouvernement. Sekilas info, Gouvernement adalah
tempat bersejarah di mana Maastricht Treaty ditandatangani pada tahun 1982 dan
menjadi cikal bakal Euro. Bagi pemerhati Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, Maastricht Treaty ini dikenal karena kebijakannya yang mengharuskan
setiap negara anggota Euro untuk menjaga “sound fiscal policies, with debt
limited to 60% of GDP and annual deficits no greater than 3% of GDP.”
Kebijakan terkait defisit anggaran dan rasio utang inilah yang diadaptasi oleh
Indonesia dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian
Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah. Jalan-jalan yang edukatif, bukan?!
Perjalanan bersama para peserta e-government short course hari itu diakhiri di Market Square. Kami pulang
masing-masing ke apartemen. Saya dan peserta dari Indonesia mampir sebentar ke
Albert Heijn untuk membeli beberapa makanan pokok seperti roti, selai, dan
buah-buahan.
(to be continued)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar